VIVA Bisnis – Kebijakan impor beras saat ini disebut merupakan hal yang logis dilakukan oleh pemerintah, jika tujuannya untuk menjaga stabilitas harga dan memenuhi cadangan pemerintah. Hal tersebut diungkapkan Anggota Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto.
“Ketika saat ini cadangan beras nasional kita sedang terbatas, maka logis bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan impor beras sesuai dengan kebutuhan cadangan beras kita, mengingat jumlah penduduk kita yang mencapai 276 Juta penduduk,” kata Panggah dikutip dalam keterangannya, Kamis, 8 Desember 2022.
Asal Jangan Sembrono
Anggota parlemen dari fraksi Golkar ini juga menegaskan bahwa yang terpenting dari kebijakan impor ini yaitu harus dikalkulasi betul dan tidak sembrono.
“Kita ingin daya beli masyarakat terhadap beras tetap terjaga, harga stabil dan petani juga tidak dirugikan dengan adanya beras impor yang masuk. Kita ingin harga beli di petani yang saat ini sedang bagus tetap terjaga, begitu pula harga beras di pasaran bisa tetap stabil dan terjangkau bagi masyarakat,” ujarnya.
Ketua DPD Golkar Jawa Tengah ini juga mengatakan, keputusan melakukan impor beras di akhir tahun 2022 merupakan kebijakan yang logis untuk dilakukan jika dengan tujuan memenuhi ketersediaan pangan berkelanjutan yang dicanangkan pemerintah.
“Kita harus mengapresiasi prestasi swasembada pangan selama 3 tahun terakhir yang berhasil dicapai Pemerintah Indonesia dengan berbagai program percepatan pembangunan di sektor pertanian dan pangan yang berkelanjutan,” kata Mantan Dirjen di Kementerian Perindustrian ini.
Seperti diketahui, untuk tahun 2022, produksi beras nasional Januari-Desember 2022 diproyeksikan sebesar 31,90 juta ton. Sementara, kebutuhan beras nasional tahun 2022 sekitar 30,2 juta ton, sehingga diproyeksikan mengalami surplus beras sekitar 1,7 juta ton.
Berdasarkan data tersebut, Indonesia dalam periode pemerintahan Presiden Jokowi telah berhasil mencapai swasembada beras, mengingat berdasarkan ketetapan FAO tahun 1999, suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional.