Perum BULOG Mendorong Pemberdayaan Perempuan dalam Mata Rantai Pangan Menuju Ketahanan Pangan

Jakarta, 18 Juni 2024 – Peranan perempuan pada hari-hari Raya sangatlah terasa. Seperti daging kurban yang didapat saat Idul Adha, diolah oleh ibu atau istri sebelum menjadi hidangan untuk keluarga. Hal ini tidaklah mengherankan karena menurut BPS, pada sekor pangan, 47,62% angkatan kerja perempuan di perdesaan diserap oleh sektor pertanian. Perempuan juga berperan penting dalam sektor pengolahan pangan di mana mereka mengelola sekitar 70% dari tenaga kerja di sektor pertanian dan menghasilkan hingga 80% dari produksi makanan pokok.

Hal ini tentunya sejalan dengan teori dari ekonom dunia, John Stuart Mill, yang mengungkapkan bila suatu negara ingin perekonomiannya maju, maka dibutuhkan keterlibatan aktif perempuan di dalamnya, yang tidak hanya sekedar menjadi obyek tapi juga menjadi subyek perekonomian.

Menyadari hal tersebut dan sesuai dengan visi transformasi Perum BULOG, saat ini lebih dari 25% karyawan Perum BULOG adalah perempuan.

“Kami percaya bahwa dengan meningkatkan kapasitas dan peluang perempuan, dapat tercipta sistem distribusi pangan yang terpercaya dengan layanan prima serta lebih berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal ini sejalan dengan visi-visi transformasi Perum BULOG. Saat ini, ada lebih dari 20 perempuan menempati jabatan pucuk pimpinan wilayah dan manajerial Perum BULOG di Indonesia, “ ujar Sonya Mamoriska, Direktur Transformasi& Hubungan Antar Lembaga Perum Bulog.

Dalam upaya mencapai ketahanan pangan global, peran perempuan dalam mata rantai pangan semakin diakui sebagai elemen kunci yang tidak dapat diabaikan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam sektor pertanian dan pangan memiliki dampak signifikan terhadap peningkatan produktivitas, keamanan pangan, dan kesejahteraan komunitas.

“Keterlibatan perempuan secara aktif dalam mata rantai pangan adalah kunci untuk mencapai ketahanan pangan global. Dengan memberdayakan perempuan dan mengatasi tantangan yang mereka hadapi, kita dapat meningkatkan produktivitas pertanian, memastikan ketersediaan pangan dengan sistem distribusi yang baik dan menciptakan sistem pangan berkelanjutan melalui pengolahan yang tidak menyebabkan mubazir pangan,” tegas Stania Puspawardhani, pengamat ekonomi hijau dan kandidat Doktor di IPB.

Perempuan berkontribusi secara substansial dalam mata rantai pangan di seluruh dunia. Mereka terlibat dalam berbagai tahap produksi, mulai dari penanaman, pemanenan, pengolahan, distribusi hingga konsumsi. Di banyak negara berkembang, perempuan sering kali menjadi tulang punggung pertanian keluarga, memainkan peran penting dalam memastikan ketersediaan pangan bagi keluarga dan komunitas mereka.

Namun seringkali perempuan dihadapkan dengan berbagai tantangan pada industri pertanian, termasuk akses terbatas terhadap sumber daya, pendidikan, teknologi, dan pembiayaan. Diskriminasi gender dan norma sosial juga kerap menghambat partisipasi penuh mereka dalam sektor ini.

Meilati (Mei) Batubara, Pendiri & Direktur NUSA Gastronomy Foundation mengatakan, “Perempuan memiliki posisi strategis dalam memastikan ketahanan pangan. Di rumah tangga, perempuan memiliki peran penting dalam pengolahan dan ketersediaan pangan. Bagaimana makanan tersebut bisa didapat sampai agar makanan yang diolah tersebut tidak mubazir. Masih bertahannya sejumlah kuliner tradisional khas daerah, juga karena peran perempuan dalam tetap mencari serta mengolah bahan-bahan khas kuliner daerah tersebut, bila tidak, bisa dipastikan kuliner tradisional tersebut akan punah”.

Dengan memberdayakan perempuan, tidak hanya produktivitas pertanian yang meningkat, tetapi juga ketahanan pangan keluarga dapat ditingkatkan. Penelitian menunjukkan bahwa jika perempuan petani memiliki akses yang setara dengan laki-laki terhadap sumber daya pertanian, hasil panen dapat meningkat sebesar 20-30%, yang dapat mengurangi jumlah orang yang kelaparan di dunia hingga 150 juta orang.

“Kontribusi perempuan tidak hanya membantu dalam memastikan bahwa makanan sampai ke konsumen, tetapi juga berkontribusi besar pada ketahanan dan keberlanjutan pangan, termasuk meningkatkan efisiensi rantai pasokan pangan. Kami terus mendukung keterlibatan peran perempuan sebagai agen perubahan dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan,” tutup Sonya.

Bagikan

Leave a Reply