Rakyat Merdeka – Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) yakin impor beras merupakan keputusan tepat. Langkah itu ampuh mengerem kenaikan harga komoditas tersebut di masyarakat.
Sekretaris Perusahaan Bulog Awaluddin Iqbal mengungkapkan, kebijakan impor beras di akhir tahun ini memberikan dampak psikologis pelaku pasar perberasan. Mereka mulai menahan laju kenaikan harga beras.
“Impor ini menunjukkan ada kepastian barang dari Bulog. Orang pasti akan menahan harga (tidak naik),” kata Awaluddin, di Jakarta, Selasa (20/12).
Ia menekankan, beras impor ini untuk memperkuat stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Stok CBP minimal 1 juta ton per tahun. Namun, beberapa bulan ini menurun karena akhir tahun bukan masa panen raya. Bulog tidak bisa menyerap beras.
Menurut Awaluddin, saat ini stok beras Bulog masih di kisaran 450 ribu ton. Stok akan terus dikeluarkan untuk operasi pasar.
Dia memastikan, tugas penyerapan produksi lokal terus dilakukan meski pihaknya melakukan impor.
“Kami pastikan impor beras ini tidak akan mengganggu hasil panen raya. Saat memasuki musim panen, Bulog akan melakukan penyerapan produksi petani,” janjinya.
Dalam catatan BUMN pangan, per Selasa (20/12) masuk lagi beras impor dengan total 14 ribu ton. Rinciannya, sebanyak 5 ribu beras impor Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok. Kemudian, 5 ribu beras impor Vietnam di Pelabuhan Merak Banten. Dan, 4 ribu beras impor Thailand di Pelabuhan Panjang Bandar Lampung.
Bila ditambah dengan beras impor yang masuk Jumat (16/12) sebanyak 10 ribu ton, maka totalnya beras impor yang masuk sebanyak 24 ribu ton, dari total yang akan diimpor sebanyak 200 ribu ton tahun ini.
Menurutnya, volume impor terbesar berasal dari Vietnam dan Thailand. Dari impor 200 ribu ton, dari Pakistan hanya 10 ribu ton.
Awaluddin mengatakan, Perum Bulog mendapatkan izin impor beras sebanyak 500 ribu ton. Namun, sisanya sebanyak 300 ribu ditargetkan akan didatangkan pada Februari 2023.
“Prinsipnya itu, (impor) sebelum masa panen. Jangan sampai datang berbarengan dengan masa panen. Panen raya biasanya di awal Maret atau akhir Februari,” jelasnya.
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, banyak pihak berpendapat impor beras merupakan hal yang ironi.
Namun ironi atau tidak, menurutnya, tergantung dari sudut pandang mana melihatnya.
“Kalau tidak ada impor, CBP amat rendah. Akhir tahun nanti mungkin hanya tinggal sekitar 250-an ribu hingga 300-an ribu ton beras. Ini amat-amat rendah. Sepertinya akan menjadi yang terendah sepanjang sejarah,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka.
Dia menuturkan, periode Januari-Februari merupakan masa paceklik. Panen besar kemungkinan baru terjadi mulai akhir Februari atau awal Maret. Artinya, Januari-Februari masih perlu operasi pasar besar-besaran agar harga beras tidak melonjak tinggi.
“Dengan CBP yang memadai akan mempengaruhi pelaku pasar,” kata Khudori.
Pedagang atau pihak lain yang punya stok, papar Khudori, tidak akan berspekulasi menahan stok karena mereka tahu harga tidak akan naik tinggi. Sebab, mereka tahu CBP yang dimiliki Bulog. “Pasar secara psikologi akan menyesuaikan. Kalau pedagang atau penggilingan tetap menahan stok, mereka bakal merugi,” ucapnya.
Dia menilai, impor yang dilakukan Bulog sekitar 200 ribu atau 500 ribu ton tidak besar jika dibandingkan konsumsi dalam negeri, yang mencapai 30 jutaan ton per tahun.
“Ini bukan berarti lebih mengutamakan impor. Bukan. Opsi lain tentu ada. Terutama menyerap dari produksi domestik. Tapi, terbukti tidak mudah. Karena saat ini paceklik,” ungkap Khudori.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso memastikan, stabilitas harga beras di pasaran. Dijelaskannya, kebijakan pengadaan beras dari luar negeri semata-mata untuk memperkuat cadangan beras nasional.
Dia memastikan, kebijakan yang diambil tidak akan mengganggu beras petani karena hanya dipergunakan pada kondisi tertentu. Seperti, untuk penanggulangan bencana, intervensi harga jika diperlukan dan beberapa kegiatan Pemerintah lainnya.
Terkait harga, sambungnya, Bulog membeli Rp 8.800 per kilogram (kg) dan akan dijual Rp 8.300 per kg di dalam negeri.
“Itu merupakan harga internasional, harus kita ikuti dan kita beli. Tipe ini karena broken-nya hanya 4-5 persen, ya mungkin kalau di sini harganya Rp 11 ribu. Tapi, jangan khawatir Bulog akan melepasnya (ke pasar) di Rp 8.300,” yakinnya.
Sumber: Meski Impor 200 Ribu Ton Beras, Bulog Klaim Terus Serap Beras Petani